Gaddafi memberikan julukan dirinya dengan : "Raja di Raja". Berkuasa selama 42 tahun. Kekayaannya mencapai $ 160 miliar dollar. Anak-anaknya, dan keluarganya ikut berkuasa. Libya menjadi identik dengan Gaddafi, anaknya, dan keluarganya. Selama 42 tahun berkuasa, dan dengan minyak melimpah, tak dapat mengubah hidup rakyatnya. Tetap terbelakang.
"Raja di Raja", akhirnya, dikuburkan sebelum fajar, pukul 05.00 waktu Libya, di padang gurun, dan dirahasiakan. Penguburan jenazahnya dilakukan sesudah lima hari tewas ditembak.
Selama lima hari itu, jenazah Gaddafi itu dipertontokan kepada kalayak di sebuah supermarket, di Misrata. Jenazah Gaddafi dibaringkan begitu saja diatas matras di ruang pendingin, yang digunakan sebagai penyimpanan daging.
Selama lima hari itu jenazah Gaddafi menjadi tontotan rakyatnya. Begitulah nasib Gaddafi. Kematiannya menjadi semacam katarsis bagi rakyatnya di zaliminya selama berkuasa.
Akhir hidup "Raja di Raja" sangat tragis dan hina. Gaddafi ditangkap di gorong-gorong, digelandang, dipukuli, dijambak rambutnya, ditendang hingga terjatuh, kemudian ditembak.
Padahal, Gaddafi sudah menghiba kepada yang menangkapnya, memohon jangan diperlakukan dengan kasar, disakiti, dan diberikan hak hidup. Tetapi, mereka sudah tidak peduli lagi, dan ketika Gaddafi itu terjatuh, ditembak kepalanya.
Penguburan Gaddafi menjadi perdebatan dikalangan pejabat Dewan Transisi Nasional (NTC), di mana Gaddafi itu dimakamkan? Sebagian menginginkan agar Gaddafi itu dimakamkan di pekuburan para agresor atau musuh rakyat Llibya, di dekat kota Misrata. Kuburan para agresor itu, adalah para loyalis Gaddafi yang tewas dalam pertempuran di Misrata. Tetapi, rakyat di Misrata menolak jenazah Gaddafi dikubur di Misrata.
Namun, sikap yang paling jelas, terkait dengan jenazah Gaddafi adalah Mufti Libya, Sheikh Shadiq al-Gariyani, bagaimana dalam memperlakukan jenazah Gaddafi. Sheikh Al-Gariyani, berfatwa melarang melakukan shalat jenazah atas jasad Gaddafi di masjid atau melakukan shalat ghaib atas jenazah mantan penguasa Libya itu di manapun di muka bumi ini. Itulah status Gaddafi.
Sheikh Abdullah Azzam menegaskan bahwa Gaddafi itu kafir, menjadi musuh umat Islam. Ketika berlangsung aksi-aksi protes, dan terus berjatuhan korban tewas, Sheikh Yusuf al-Qardawi, menfatwakan, agar siapa saja yang dekat dengan Gaddafi membunuhnya. Fatwa al-Qardawi itu disampaikan saat shalat Jum'at di Qatar.
Di dalam al-Qur'an, sangat tegas Allah Azza Wa Jalla menyampaikan larangan membunuh manusia, tanpa dasar yang haq. Lalu, berapa kaum Muslimin dibunuh oleh Gaddafi selama berkuasa 42 tahun?
Allah Azza Wa Jalla memberikan berbagai bentuk kenikmatan kepada manusia, salah satunya berupa kekuasaan, dan hendaknya kekuasaan itu digunakan dalam rangka taat dan tunduk kepada Allah Rabbul Alamin. Bukan menyombongkan diri. Kekuasaan yang dimilikinya hendaknya tetap dalam rangka bersyukur kepada Rabbul Alamin, bukan kemudian berbuat kufur dan durhaka atas nikmat-Nya.
Bahkan suatu ketika "Raja di Raja" Gaddafi menjadi imam shalat, usai membaca al-Fatihah, kemudian membaca surah al-Ikhlas. Gaddafi, tidak membaca, "kull" (katakanlah Muhamamd), tetapi dia langsung membaca: "Allahu ahad", sampai akhir ayat. Begitulah sikap Gaddafi.
Gambaran pandangannya dan sikapnya terhadap Islam, sudah sangat jelas, dan selama berkuasa 42 tahun, tidak mau menegakkan sistem Islam, dan berhukum dengan hukum Islam. Gaddafi menegakkan sistem "la diniyah" alias sekuler, semuanya tertera dengan sangat gamblang dalam "Buku Hijau" nya itu.
Mungkin nasib Gaddafi hanya bisa disamakan dengan mantan diktator Hongaria, Ceausescu, yang ketika berlangsung revolusi di Hongaria, di tangkap, kemudian ditembak bersama isterinya, sampai darah dari kepalanya muncrat. Dalam tayangan telivisi itu, bagaimana Ceasusescu, mengakhiri hidupnya dengan sangat tragis.
Semoga peristiwa yang jauh dari Indonesia, di dunia Arab dan Afrika Utara itu, bisa menjadi 'itibar (pelajaran) bagi para penguasa di manapaun, agar mereka tidak lupa, ketika berkuasa, dan menyakiti rakyat, serta meninggalkan rasa syukur.
Bahwa kekuasaan itu hakekatnya pemberian dari Allah Azza Wa Jalla, yang seharusnya dijalankan dengan penuh amanah, dan tidak semena-mena. Wallahu'alam.
Sumber: http://www.eramuslim.com